MENERAPKAN KONSEP SATYAGRAHA MAHATMA GANDHI SEBAGAI STRATEGI PERJUANGAN MELAWAN KEBIJAKAN-KEBIJAKAN KAUM OLIGARKIS
Penulis: Benediktus Ndun
No. Regis: 611 17 012
Mahasiswa Fakultas Filsafat: Semester VIII
Universitas Katolik Widya Mandira-Kupang
Penindasan
menjadi tema yang sangat relevan dalam seluruh lapisan kehidupan manusia.
Penindasan bagaikan hantu yang sangat menakutkan. Saking menakutkan
sampai-sampai membuat sebagian orang menyerah pada penindasan. Penindasan
semacam menjadi kodrat baru bagi manusia. Maka pantaslah bila kidung penindasan
diproklamirkan. Namun siapa yang nanti menjadi pelopor untuk mengkidungkan
penindasan. Dengan terus terang dan jelas siapakah yang dapat mengatakan bahwa
dia pendukung penindasan. Sungguh, tidak ada orang yang berani seperti itu.
Jika ada maka orang itu dikategorikan sebagai orang gila. Kegilaannya menurunkan
harkat dan martabatnya sebagai manusia yang berkualitas.
Sungguh
benar jika penindasan menjadi momok yang seram. Maka sudah pasti orang-orang
dengan sendirinya berjuang menjadi pahlawan yang menaklukan penindasan. Namun
perjuangan terhadap penindasan bukan semata-mata demi mencari ketenaran atau
sekedar mendapatkan imbalan berupa uang. Adalah sungguh menyedihkan bila para
pejuang penindasan dicap sebagai orang-orang munafik yang sekedar memanfaatkan
penindasan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Atas dasar niat hati yang tulus
dan benar maka bisa menjadi perisai yang paling tepat untuk melawan penindasan.
Namun siapakah yang berani berjuang melawan penindasan?
Adalah
Mahatma Gandhi, seorang pejuang penindasan yang namanya sudah begitu tenar dan
melangit seantero bumi. Siapa yang tak kenal dengan pejuang yang melawan
penindasan yang berasal dari negara India ini. Jika tak kenal, maka sangat
disayangkan sebab kepribadian dan kekualitasan pemikirannya sangat begitu
berharga dan bernilai untuk dipelajari. Maka sangat baguslah bila pemikiran
Mahatma Gandhi dipelajari dan dianalisa. Salah satu tema pemikirannya yakni pemikiran
tentang Satyagraha dipakai sebagai rujukan untuk memperjuangkan kesejahteraan
demi melawan penindasan yang terjadi dalam ruang dan waktu manusia.
Dalam pemikiran Gandhi, Satyagraha dipakai sebagai model
konsep untuk perjuangan melawan penindasan dan penjajahan yang dilakukan negara
Inggris terhadap negara India. Satyagraha semacam teori kesejahteraan yang
memantik daya juang untuk melawan penindasan. Dari pemikiran Gandhi ini, maka kearah model
penindasan manakah yang relevan dengan pemikiran Gandhi untuk dikaji dan
dilawan?. Salah bentuk penindasan yang dilawan ialah penindasan dalam bentuk
kebijakan-kebijakan yang diperbuat kaum oligarkis. Kaum oligarkis walaupun
sedikit dalam segi jumlah, namun sangat berpengaruh bahkan menguasai semua
sektor kehidupan baik ekonomi, politik, sosial dan budaya. Bagaimana bisa
demikian? Dapat dikatakan bahwa kaum oligarkis adalah cerdik pandai, licik dan
berbahaya. Mereka menggunakan pelbagai strategi demi mencapai tujuan mereka.
Bahkan strategi yang paling haram dan sesat sekalipun. Atas dasar iming-iming
kesejahteraan masyarakat, maka pelbagai kebijakan dibuat dengan disisipi
metode-metode khusus untuk meraup keuntungan untuk mereka demi pemuasan hasrat
kekuasaan.
Bertolak dari penindasan yang diperbuat kaum oligarkis
ini, maka konsep Satyagraha dipakai sebagai rujukan dalam melawan penindasan
kebijakan-kebijakan kaum oligarkis. Dengan
begitu, apa itu Satyagraha?. Satyagraha berasal dari dua kata Sanskerta ‘Satya’
(kebenaran) dan Agraha (ketegasan). Secara harafiah, Satyagraha berarti
berpegang pada kebenaran. Satyagraha adalah teknik modern yang berevolusi oleh
Gandhi untuk melawan kejahatan dengan kebaikan, kebenaran dan ketidakbenaran,
kekerasan dan non-kekerasan. Teknik ini dibuka untuk berbagai kemungkinan dan
definisi. Prinsip yang didasarkan pada kuasa kebenaran. Agraha
berarti memegang dan satya berarti
kebenaran; melawan kuasa-kuasa agresif yang dibawa oleh mekanisme-mekanisme
kuasa Barat yang bertentangan dengan alam kodrat.
Selanjutnya dalam permenungan Gandhi, Satyagraha
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama dan tidak terpisahkan yakni: non-kooperasi,
ketidakpatuhan dan puasa menuju kematian. Gandhi dalam orientasi pemikirannya
terlibat jelas bahwa nilai-nilai spiritual merupakan prinsip utama. Nilai-nilai
spiritual ditangkap melalui pengalaman hidup sehari-hari. Ia mempelajari
tentang Bhagavadgita (disingkat Gita) yang mengajarkan tentang manusia ideal
yaitu manusia yang memiliki budi pekerti harmonis, mengabdi pada kemanusiaan,
mengupayakan emansipasi bagi jiwanya, melalui pengetahuan tentang Atman dan
berbakti kepada Tuhan. Dalam pemikirannya mengenai nilai-nilai spiritual
dipengaruhi juga oleh nilai-nilai budaya yang bertumpu pada sistesisme. Dua
dasar ini yaitu nilai spiritual dan sistesisme merupakan nilai-nilai yang
mendasari peradaban India dan menghasilkan cara pandang seperti: hidup harmonis
dengan agama dan budaya lain.
Kebenaran dan non-kekerasan adalah prinsip Gandhi yang
paling dihargai. Gandhi mengajarkan bahwa Kebenaran adalah Tuhan dan Ahimsa
(non-kekerasan) adalah cara yang sempurna untuk mencapai tujuan itu.
Nonkekerasan adalah kekuatan terbesar yang pernah dimiliki manusia. Kebenaran
adalah satu-satunya tujuan yang dia miliki. Karena Tuhan tidak lain adalah
Kebenaran. Gandhi mengajarkan bahwa semua agama muncul dari agama yang sama,
abadi, dan abadi. Akar dari semua agama adalah satu dan murni dan semuanya
muncul dari sumber yang sama, oleh karena itu semuanya setara. Sarvodaya adalah
nama yang diberikan untuk cita-cita sosialisme tanpa kekerasan Gandhi. Gandhi
mengajarkan bahwa seseorang seharusnya mendapatkan uang tidak lebih dari cukup
untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya, dan menganjurkan berbagi
kelebihan kekayaan secara sukarela. Gandhi menganjurkan kemerdekaan bagi rakyat
jelata, tidak hanya bagi mereka yang memerintah atas mereka. Jadi, meski Gandhi
terkenal sebagai pejuang kemerdekaan yang membawa India merdeka dari Inggris,
tujuan utamanya adalah kemerdekaan bagi masyarakat akar rumput.
Swadeshi
(Kemandirian) terutama dipahami sebagai teknik proteksionis yang digunakan
Gandhi terhadap kebijakan merkantilistik Inggris, di mana massa didesak untuk
tidak menggunakan kain yang diproduksi di luar India, dan sebagai gantinya
menggunakan kain katun, sutra, atau wol yang dibuat di India. Tetapi Gandhi
memberikan arti yang lebih luas: ”Swadeshi memiliki makna yang besar dan
mendalam. Ini tidak berarti hanya penggunaan apa yang diproduksi di negaranya
sendiri. Makna itu pasti ada di swadeshi. Tetapi ada makna lain yang tersirat
di dalamnya yang jauh lebih besar dan jauh lebih penting. Swadeshi berarti mengandalkan
kekuatan kita sendiri. Kita juga harus tahu apa yang kita maksud dengan
`ketergantungan pada kekuatan kita sendiri ‘Òur
strength’ berarti kekuatan tubuh kita, pikiran kita, dan jiwa kita.
Dengan sangat jelas
bahwa konsep Satygraha sangat relevan untuk menjadi model perjuangan melawan
ketidakadilan. Mengapa demikian? Pertama,
Satygraha bisa menjadi ajaran moral bagi masyarakat kecil untuk tetap berpegang
teguh pada kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran-kebenaran yang
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam budaya tempat tinggal mereka
masing-masing. Nilai-nilai itu kemudian diterapkan dalam pengalaman hidup
sehari-hari yang berbenturan dengan penindasan kebijakan-kebijakan yang dibuat
kaum oligarkis.
Kedua,
masyarakat kecil sejatinya adalah masyarakat yang berpegang pada ajaran moral
agama. Maka itu, spiritualitas keagamaan
yang dihayati dapat diterapkan dalam menghadapi pelbagai penindasan. Misalkan,
spiritualitas untuk tidak menggunakan kekerasan untuk melawan kekerasan.
Spiritualitas seperti ini juga yang dipakai oleh Mahatma Gandhi dalam melawan
penindasan. Jika kekerasan menjadi srategi untuk melawan kekerasan maka yang
terjadi adalah adanya situasi kehancuran dan ketidakteraturan. Untuk kasus
kekerasan melawan kekerasan ini, sejatinya perang-perang baik perang dunia
maupun perang-perang lainnya mengajarkan demikian. Kekerasan mendatangkan
kehancuran dan kematian. Ketiga, masyarakat kecil juga bisa
menerapkan pola pikir untuk tidak tergantung pada produk-produk yang
dikeluarkan oleh kaum oligarkis. Produk-produk itu bisa dilawan dengan tidak
ikut ambil bagian dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut. Maka dengan
tidak mengikuti dan menjalankan kebijakan-kebijakan itu berarti masyarakat
kecil sudah melakukan aksi protes sekaligus kritik. Sebutkan saja bahwa ada
aktivis yang mogok makan, mogok bicara, menjahit mulutnya hanya untuk
mengkritik pelbagai ketidakadilan dalam kebijakan-kebijakan yang dihasilkan
pemerintah. Seyogyanya, strategi mengkritik dengan tidak mengikuti kebijakan-kebijakan
yang sifatnya menindas sangat bagus untuk diterapkan daripada melakukan aksi
demonstrasi yang berbau anarkis.
Akhirnya demi
memperjuangkan kebenaran dan kesejahteraan demi kepentingan semua orang maka
perisai keadilan harus ditegakkan untu melawan pelbagai penindasan yang
dilakukan oleh oknum-oknum yang beruang. Sebab mereka yang memiliki banyak uang
berbuat seenaknya saja kepada masyarakat yang tak beruang. Dengan demikian,
masyarakat kecil, kuatkan dadamu, terus kibarkan bendera kesejahteraan dan
perisai keadilan demi melawan penindasan-penindasan. Jangan gentar ataupun
takut. Sebab kebenaran hanya bisa diperjuangkan dengan kebaikan bukan dengan
kekerasan.
Komentar
Posting Komentar